21 25 KEREN
Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 25 tahun bagi pria dan 21 tahun bagi wanita. Usia tersebut adalah periode seseorang dianggap sudah mencapai tahap kedewasaan dan kematangan. Selain itu batasan usia ini juga dianggap sudah siap baik dipandang dari sisi kesehatan maupun perkembangan emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga. (Sumber : BKKBN, Menjadi Remaja GenRe (Generasi Berencana) Ditinjau Dari “Youth Wellbeing Index’’,” Cet Pertama)
Pendewasaan
usia perkawinan bukan sekedar menunda usia nikah sampai usia tertentu saja,
tetapi mengusahakan agar kehamilan pertamapun bagi wanita terjadi pada usia
yang cukup dewasa. Program pendewasaan usia perkawinan adalah subprogram dari
program Generasi Berencana (GenRe) yang termasuk dalam bagian ketahanan remaja
yang mulai disosialisasikan besar-besaran dan merupakan Progam Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010. (Sumber : Buku 4 Seri GenRe (Jakarta: Direktorat Bina Ketahanan Remaja (BKKBN),
2015), hlm. 50.)
Penentuan
usia minimal dalam program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) tentu saja
didasari oleh sejumlah pertimbangan yang kuat. Pertimbangan dalam penetapan
usia menikah tersebut tidak terlepas dari adanya dukungan dari beberapa pakar
baik dari pakar kesehatan, pakar psikologi, pakar ekonomi,dan pakar pendidikan.
Dalam pertimbangan tersebut para pakar mengatakan kedewasaan dan kematangan
fisiologis, psikologi, sosial dan ekonomi serta menentukan jarak dan jumlah
kelahiran yang menjadi dasar dari program penwasaan usia perkawinan. Selain
dari pertimbangan di atas bahwa program PUP sangat erat kaitannya dengan
Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK).
Adapun
pertimbangan tersebut dilihat dari adanya peraturan yang berlaku di Indonesia
yaitu Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek) pasal 330 menyatakan Yang
belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh
satu tahun dan tidak kawin sebelumnya sedangkang menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 98 ayat 1
(Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991) menyatakan Batas umur anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21
tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau
belum pernah melangsungkan perkawinan.
Sedangkan
bidang kependudukan, batas akhir usia remaja atau “orang muda” disepakati 24
tahun, sebagaimana yang
dapat ditemukan dalam sensus penduduk dan survey-survey demografi. (BKKBN, Mempersiapkan Generasi Remaja
Berencana, Buku 5 Seri GenRe (Jakarta: Direktorat Bina Ketahanan Remaja
(BKKBN), 2015), hlm. 12.)
Gagasan
program PUP BKKBN ini adalah implementasi pembangunan keluarga di Indonesia.
Selain meminimalisir pernikah muda dan menyiapkan kualitas generasi bangsa
serta mengontrol laju angka penduduk (Direktori Bina Ketahan Remaja, Materi Pegangan Kader Tentang Bimbingan
Dan Pembinaan Keluarga Remaja, Cet. Ke-2 (Jakarta: Badan kependudukan dan
Kelarga Berencana Nasiobak (BKKBN), 2012), hlm. 11)
Pada
rentang usia tersebut, biasanya mereka sudah siap memasuki tahap Intimacy,
yaitu kemampuan untuk membuat komitmen jangka panjang dalam hubungan khusus
dengan pasangan. Pada tahap ini remaja sudah siap membuat pilihan-pilihan
penting berkaitan dengan perkawinan, keluarga, pekerjaan, dan gaya hidup.
Pertimbangan
tersebut diperkuat dengan adanya persiapan-persiapan. Pentingnya program
pendewasaan usia perkawinan dapat dijelaskan sebagai berikut: (sumber : BKKBN, Menjadi Remaja GenRe (Generasi Berencana) Ditinjau Dari “Youth
Wellbeing Index’’,” Cet Pertama, Buku 4 Seri GenRe (Jakarta: Direktorat Bina
Ketahanan Remaja (BKKBN), 2015), hlm. 53.)
1. Dilihat
dari aspek kesehatan
Dalam masa reproduksi perempuan, usia yang
dianjurkan untuk kehamilan yang pertama adalah di atas usia 21 tahun. Oleh
karena itu dianjurkan perempuan menikah pada usia minimal 21 tahun dan
laki-laki pada usia minimal 25 tahun.
Apabila pasangan suami istri menikah pada usia di
bawah 21 tahun, maka dianjurkan untuk menunda kehamilan sampai usia istri 21
tahun dengan menggunakan salah satu alat kontrasepsi. Usia tersebut di atas
menunjukan bahwa masa reproduksi wanita belum dapat bekerja secara sempurna.
Perempuan yang menikah di usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian
bayi, serta rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak.
Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Bapenas
tahun 2008 yang menunjukan bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki
kemungkinan meninggal 5 kali lebih besar selama kehamilan atau melahirkan
dibandingkan dengan perempuan berumur 20-25 tahun. Sementara yang berusia 15-19
tahun kemungkinanya dua kali lebih besar. 83 Hal tersebut ditandai dengan
adanya resiko-resiko yang akan di alami oleh perempuan yang menikah di usia
kurang dari 21 tahun yaitu: Pertama resiko pada proses kehamilan bagi perempuan
yang melahirkan di usia kurang dari 21 tahun mengalami hal seperti keguguran,
infeksi pada kehamilan, anemia, dan masalah terjadi kanker leher Rahim. Kedua
resiko pada proses persalinan bagi perempuan yang melahirkan di usia kurang
dari 21 tahun seperti prematur, berat bayi lahir rendah, kematian bayi,
kelainan bawaan dan kematian ibu akibat pendarahan.
2. Dilihat
dari aspek psikologis
Kesiapan psikologis sangat diperlukan dalam memasuki
kehidupan perkawinan agar pasangan siap dan mampu menghadapi berbagai masalah
yang timbul dengan bijak. Kesiapan ini ditujukan kepada laki-laki yang ingin
melangsungkan perkawinan. Kesiapan psikologis diartikan sebagai kesiapan
individu dalam menjalankan peran sebagai suami atau istri, meliputi pengetahuan
akan tugasnya masing-masing dalam rumah tangga, kesiapan mental, mampu menahan
emosi, perilaku, perasaan, pikiran serta sikap seseorang.
Hal tersebut sangat berpengaruh bagi pasangan dalam
menjalankan peran baru sebagai suami istri. Perkawinan di usia muda dapat
menimbulkan persoalan dalam rumah tangga. Hal ini disebabkan emosi yang belum
stabil sehingga memungkinkan banyaknya pertengkaran atau bentrokan yang
berkelanjutan dan dapat mengancam kelangsungan rumah tangga dan berujung pada
perceraian. Kematangan emosi ini akan semakin meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Selain kematangan emosi, kemampuan penyesuaian diri juga
menjadi aspek psikologi yang penting dalam berumah tangga. Proses penyesuaian
diri dapat dilihat dari adanya sikap saling menghargai dan mau berkorban untuk
pasanganya, artinya setiap pasangan mampu untuk tidak saling mementingkan
keinginan pribadi.
Hanya pasangan suami istri yang mampu melakukan
penyesuaian diri dalam kehidupan rumah tangga yang akan berhasil mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang diinginkannya. Penyesuaian diri ini hanya dapat
dilakukan bagi mereka yang telah mencapai tahap kedewasaan. Perkawinan di usia
dewasa juga akan memberikan keuntungan dalam hal kesiapan psikologi. Semua bentuk
kesiapan ini mendukung pasangan untuk dapat menjalankan peran baru dalam
keluarga yang akan dibentuknya agar perkawinan yang dijalani selaras, stabil,
dan pasangan dapat merasakan kepuasan dalam perkawinannya kelak. (BKKBN, Mempersiapkan Generasi Berencana, hlm. 15)
3. Dilihat
dari aspek kesiapan usia
Kesiapan Usia Kesiapan usia adalah kesiapan umur
untuk menikah. Usia ideal menikah adalah 21 tahun, sedangkan laki-laki adalah
25 tahun. Usia ideal erat kaitannya dengan siap atau tidaknya catin dari segi
fisik, mental, hingga finansial untuk menikah. Pentingnya kesiapan usia
bertujuan untuk mempersiapkan pola pemikiran yang matang dalam mempersepsikan
sebuah pernikahan. Kesiapan ini juga dibutuhkan supaya individu sudah
mengetahui dan memiliki pengetahuan tentang melahirkan dan merawat anak serta
kehidupan berkeluarga. Dampak positif jika usia menikah lebih matang adalah
berhubungan dengan kematangan secara emosi dan kedewasaan dalam menyikapi
kehidupan pernikahan. Kematangan usia ini juga akan berkaitan dengan kematangan
alat reproduksi dalam melakukan hubungan seksual dalam pernikahan, yang
nantinya akan sangat berpengaruh di proses kehamilan. Kematangan alat
reproduksi ini tidak hanya dibutuhkan pada catin wanita, melainkan juga catin
laki-laki. Dampak apabila menikah di usia yang belum matang akan menyebabkan
pengetahuan tentang pernikahan masih minimal, emosi yang belum stabil sehingga
menyebabkan stress dan tertekan, angka kematian ibu-anak semakin tinggi, dan
tekanan ekonomi pasangan suami istri semakin tinggi. Selain itu, kemandirian
pasangan yang masih rendah, rawan dan belum stabil dalam menghadapi
permasalahan sehingga rawan terjadi perceraian. (Sumber : BKKB, Modul 7
Pranikah, 2023)
4. Dilihat
dari aspek Kesehatan
Reproduksi
Kehamilan berisiko 4 (empat) terlalu
merupakan empat kondisi kehamilan yang berisiko sehingga harus dihindari.
Keempat kondisi tersebut adalah: (1) terlalu muda; (2) terlalu tua; (3) terlalu
dekat atau rapat jarak antar kehamilan; dan (4) terlalu sering/banyak
1. TERLALU
MUDA.
Ibu hamil pertama di
usia kurang dari 21 tahun. Hal ini harus dihindari karena:
beberapa alasan medis secara objektif
dari perlunya penundaan usia kawin pertama dan kehamilan pertama bagi isteri
yang belum berumur 20 tahun adalah sebagai berikut:89 1) Kondisi Rahim dan
panggul belum berkembang optimal sehingga dapat mengakibatkan resiko kesakitan
dan kematian pada saat persalinan, nifas serta lainnya. 2) Kemungkinan
timbulnya resiko medik sebagai berikut : a) Keguguran b) Pereeklamsia (tekanan
darah tinggi, cedema, proteinuria) c) Eklamsia (keracunan kehamilan) d)
Timbulnya kesulitan persalinan e) Bayi lahir sebelum waktunya f) Berat bayi
lahir rendah (BBLR) g) Fistula Vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina)
·
Kondisi rahim dan panggul belum
berkembang secara optimal sehingga dapat mengakibatkan resiko kesakitan dan
kematian pada saat persalinan, nifas serta lainnya
·
Kemungkinan timbulnya resiko medik
sebagai berikut : a) Keguguran b) Pereeklamsia (tekanan darah tinggi, cedema,
proteinuria) c) Eklamsia (keracunan kehamilan) d) Timbulnya kesulitan
persalinan e) Bayi lahir sebelum waktunya f) Berat bayi lahir rendah (BBLR) g)
Fistula Vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina)
·
Mental belum siap menghadapi kehamilan
dan menjalankan peran ibu
·
Bayi yang dilahirkan berpotensi prematur
(lahir sebelum waktunya)
·
Berpotensi terjadi perdarahan yang
berakibat kematian pada ibu dan bayinya
·
Berpotensi mengalami kanker leher rahim
·
Kurang optimalnya ibu untuk memelihara
bayinya secara baik
2. TERLALU
TUA.
3. TERLALU
DEKAT JARAK ANTAR-KEHAMILAN.
4. TERLALU
SERING.
sebagai calon pasangan, remaja sebaiknya memiliki
perencanaan reproduksi yang sesuai dengan Fase Reproduksi Sehat, Fase
Reproduksi Sehat merupakan suatu masa/waktu/periode tertentu yang baik untuk
merencanakan kehamilan. Rencana reproduksi paling baik bagi perempuan adalah
menunda perkawinan hingga usia ideal, namun apabila gagal maka diupayakan
menunda kehamilan anak pertama hingga mencapai usia 21 tahun
Hubungan seksual di usia yang terlalu muda. Memulai
hubungan seksual sebelum usia 16 tahun meningkatkan risiko kanker serviks
sebesar dua kali lipat dibandingkan mereka yang memulai hubungan seksual di
usia 21 tahun ke atas. Penelitian juga menunjukkan risiko Kehamilan Tidak
Diinginkan yang lebih tinggi pada remaja yang memulai hubungan seksual di usia
yang lebih muda, khususnya di bawah 15 tahun. Tak hanya itu, di masa awal
remaja, organ dan alat reproduksi belum berkembang sempurna dan kehamilan bisa
jadi sangat berbahaya. (Sumber
: BKKB, Modul 6 Keluarga Remaja dan Remaja,
2023)
5. Dilihat
dari aspek ekonomi
Remaja
yang menikah di usia anak seringkali mengalami masalah perekonomian keluarga
sebagai salah satu sumber ketidakharmonisan keluarga. Masalah tersebut terjadi
karena tidak ada persiapan masa depan dan belum mampu menumbuhkan ide-ide.
Keluarga perlu memiliki penghasilan secara mandiri dan mengatur penghasilan
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Seluruh anggota
keluarga diajarkan agar bersikap ekonomis, realistis, dan mau berjuang dalam
meningkatkan kesejahteraan keluarga.86 5. Dilihat dari aspek pendidikan Pendidikan
adalah aspek penting dalam kehidupan. Ketika pasangan memutuskan untuk menikah,
bukan berarti pendidikan terhenti. Setiap pasangan memiliki kesempatan untuk
meraih pendidikan setinggi-tingginya untuk meningkatkan kesejahteraan
keluarganya. Dalam lingkup yang lebih luas, jika seluruh remaja Indonesia mampu
menunda pernikahannya sampai usia ideal yaitu 21-25 tahun, maka tingkat
pendidikan generasi muda akan semakin membaik.
6. Dilihat
dari aspek kependudukan
Ketika
suatu keluarga mengatur jarak kelahiran dan merencanakan jumlah anak yang
diinginkan, hal ini akan mempengaruhi jumlah penduduk. Setiap anak yang lahir
memerlukan dukungan alam berupa udara, air bersih, bahan pangan, dan fasilitas
Negara (kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan perumahan), oleh sebab itu
program tersebut dapat memperkecil laju penduduk.
No comments:
Post a Comment