Wednesday, August 23, 2023

Alasan Menikah pada Usia 21 Perempuan dan 25 Laki-laki

 21 25 KEREN

Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 25 tahun bagi pria dan 21 tahun bagi wanita. Usia tersebut adalah periode seseorang dianggap sudah mencapai tahap kedewasaan dan kematangan. Selain itu batasan usia ini juga dianggap sudah siap baik dipandang dari sisi kesehatan maupun perkembangan emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga. (Sumber : BKKBN, Menjadi Remaja GenRe (Generasi Berencana) Ditinjau Dari “Youth Wellbeing Index’’,” Cet Pertama)

Pendewasaan usia perkawinan bukan sekedar menunda usia nikah sampai usia tertentu saja, tetapi mengusahakan agar kehamilan pertamapun bagi wanita terjadi pada usia yang cukup dewasa. Program pendewasaan usia perkawinan adalah subprogram dari program Generasi Berencana (GenRe) yang termasuk dalam bagian ketahanan remaja yang mulai disosialisasikan besar-besaran dan merupakan Progam Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010. (Sumber : Buku 4 Seri GenRe (Jakarta: Direktorat Bina Ketahanan Remaja (BKKBN), 2015), hlm. 50.)

Penentuan usia minimal dalam program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) tentu saja didasari oleh sejumlah pertimbangan yang kuat. Pertimbangan dalam penetapan usia menikah tersebut tidak terlepas dari adanya dukungan dari beberapa pakar baik dari pakar kesehatan, pakar psikologi, pakar ekonomi,dan pakar pendidikan. Dalam pertimbangan tersebut para pakar mengatakan kedewasaan dan kematangan fisiologis, psikologi, sosial dan ekonomi serta menentukan jarak dan jumlah kelahiran yang menjadi dasar dari program penwasaan usia perkawinan. Selain dari pertimbangan di atas bahwa program PUP sangat erat kaitannya dengan Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK).

Adapun pertimbangan tersebut dilihat dari adanya peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) pasal 330 menyatakan Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya sedangkang menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 98 ayat 1 (Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991) menyatakan Batas umur anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.  Sedangkan bidang kependudukan, batas akhir usia remaja atau “orang muda” disepakati 24 tahun, sebagaimana yang dapat ditemukan dalam sensus penduduk dan survey-survey demografi. (BKKBN, Mempersiapkan Generasi Remaja Berencana, Buku 5 Seri GenRe (Jakarta: Direktorat Bina Ketahanan Remaja (BKKBN), 2015), hlm. 12.)

Gagasan program PUP BKKBN ini adalah implementasi pembangunan keluarga di Indonesia. Selain meminimalisir pernikah muda dan menyiapkan kualitas generasi bangsa serta mengontrol laju angka penduduk (Direktori Bina Ketahan Remaja, Materi Pegangan Kader Tentang Bimbingan Dan Pembinaan Keluarga Remaja, Cet. Ke-2 (Jakarta: Badan kependudukan dan Kelarga Berencana Nasiobak (BKKBN), 2012), hlm. 11)

Pada rentang usia tersebut, biasanya mereka sudah siap memasuki tahap Intimacy, yaitu kemampuan untuk membuat komitmen jangka panjang dalam hubungan khusus dengan pasangan. Pada tahap ini remaja sudah siap membuat pilihan-pilihan penting berkaitan dengan perkawinan, keluarga, pekerjaan, dan gaya hidup.

Pertimbangan tersebut diperkuat dengan adanya persiapan-persiapan. Pentingnya program pendewasaan usia perkawinan dapat dijelaskan sebagai berikut: (sumber : BKKBN, Menjadi Remaja GenRe (Generasi Berencana) Ditinjau Dari “Youth Wellbeing Index’’,” Cet Pertama, Buku 4 Seri GenRe (Jakarta: Direktorat Bina Ketahanan Remaja (BKKBN), 2015), hlm. 53.)

1.      Dilihat dari aspek kesehatan

Dalam masa reproduksi perempuan, usia yang dianjurkan untuk kehamilan yang pertama adalah di atas usia 21 tahun. Oleh karena itu dianjurkan perempuan menikah pada usia minimal 21 tahun dan laki-laki pada usia minimal 25 tahun.

Apabila pasangan suami istri menikah pada usia di bawah 21 tahun, maka dianjurkan untuk menunda kehamilan sampai usia istri 21 tahun dengan menggunakan salah satu alat kontrasepsi. Usia tersebut di atas menunjukan bahwa masa reproduksi wanita belum dapat bekerja secara sempurna. Perempuan yang menikah di usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi, serta rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak.

Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Bapenas tahun 2008 yang menunjukan bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki kemungkinan meninggal 5 kali lebih besar selama kehamilan atau melahirkan dibandingkan dengan perempuan berumur 20-25 tahun. Sementara yang berusia 15-19 tahun kemungkinanya dua kali lebih besar. 83 Hal tersebut ditandai dengan adanya resiko-resiko yang akan di alami oleh perempuan yang menikah di usia kurang dari 21 tahun yaitu: Pertama resiko pada proses kehamilan bagi perempuan yang melahirkan di usia kurang dari 21 tahun mengalami hal seperti keguguran, infeksi pada kehamilan, anemia, dan masalah terjadi kanker leher Rahim. Kedua resiko pada proses persalinan bagi perempuan yang melahirkan di usia kurang dari 21 tahun seperti prematur, berat bayi lahir rendah, kematian bayi, kelainan bawaan dan kematian ibu akibat pendarahan.

2.      Dilihat dari aspek psikologis

Kesiapan psikologis sangat diperlukan dalam memasuki kehidupan perkawinan agar pasangan siap dan mampu menghadapi berbagai masalah yang timbul dengan bijak. Kesiapan ini ditujukan kepada laki-laki yang ingin melangsungkan perkawinan. Kesiapan psikologis diartikan sebagai kesiapan individu dalam menjalankan peran sebagai suami atau istri, meliputi pengetahuan akan tugasnya masing-masing dalam rumah tangga, kesiapan mental, mampu menahan emosi, perilaku, perasaan, pikiran serta sikap seseorang.

Hal tersebut sangat berpengaruh bagi pasangan dalam menjalankan peran baru sebagai suami istri. Perkawinan di usia muda dapat menimbulkan persoalan dalam rumah tangga. Hal ini disebabkan emosi yang belum stabil sehingga memungkinkan banyaknya pertengkaran atau bentrokan yang berkelanjutan dan dapat mengancam kelangsungan rumah tangga dan berujung pada perceraian. Kematangan emosi ini akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia. Selain kematangan emosi, kemampuan penyesuaian diri juga menjadi aspek psikologi yang penting dalam berumah tangga. Proses penyesuaian diri dapat dilihat dari adanya sikap saling menghargai dan mau berkorban untuk pasanganya, artinya setiap pasangan mampu untuk tidak saling mementingkan keinginan pribadi.

Hanya pasangan suami istri yang mampu melakukan penyesuaian diri dalam kehidupan rumah tangga yang akan berhasil mewujudkan kehidupan rumah tangga yang diinginkannya. Penyesuaian diri ini hanya dapat dilakukan bagi mereka yang telah mencapai tahap kedewasaan. Perkawinan di usia dewasa juga akan memberikan keuntungan dalam hal kesiapan psikologi. Semua bentuk kesiapan ini mendukung pasangan untuk dapat menjalankan peran baru dalam keluarga yang akan dibentuknya agar perkawinan yang dijalani selaras, stabil, dan pasangan dapat merasakan kepuasan dalam perkawinannya kelak. (BKKBN, Mempersiapkan Generasi Berencana, hlm. 15)

 

3.      Dilihat dari aspek kesiapan usia

Kesiapan Usia Kesiapan usia adalah kesiapan umur untuk menikah. Usia ideal menikah adalah 21 tahun, sedangkan laki-laki adalah 25 tahun. Usia ideal erat kaitannya dengan siap atau tidaknya catin dari segi fisik, mental, hingga finansial untuk menikah. Pentingnya kesiapan usia bertujuan untuk mempersiapkan pola pemikiran yang matang dalam mempersepsikan sebuah pernikahan. Kesiapan ini juga dibutuhkan supaya individu sudah mengetahui dan memiliki pengetahuan tentang melahirkan dan merawat anak serta kehidupan berkeluarga. Dampak positif jika usia menikah lebih matang adalah berhubungan dengan kematangan secara emosi dan kedewasaan dalam menyikapi kehidupan pernikahan. Kematangan usia ini juga akan berkaitan dengan kematangan alat reproduksi dalam melakukan hubungan seksual dalam pernikahan, yang nantinya akan sangat berpengaruh di proses kehamilan. Kematangan alat reproduksi ini tidak hanya dibutuhkan pada catin wanita, melainkan juga catin laki-laki. Dampak apabila menikah di usia yang belum matang akan menyebabkan pengetahuan tentang pernikahan masih minimal, emosi yang belum stabil sehingga menyebabkan stress dan tertekan, angka kematian ibu-anak semakin tinggi, dan tekanan ekonomi pasangan suami istri semakin tinggi. Selain itu, kemandirian pasangan yang masih rendah, rawan dan belum stabil dalam menghadapi permasalahan sehingga rawan terjadi perceraian. (Sumber : BKKB, Modul 7 Pranikah, 2023)

4.      Dilihat dari aspek Kesehatan Reproduksi

Kehamilan berisiko 4 (empat) terlalu merupakan empat kondisi kehamilan yang berisiko sehingga harus dihindari. Keempat kondisi tersebut adalah: (1) terlalu muda; (2) terlalu tua; (3) terlalu dekat atau rapat jarak antar kehamilan; dan (4) terlalu sering/banyak

1.      TERLALU MUDA.

Ibu hamil pertama di usia kurang dari 21 tahun. Hal ini harus dihindari karena:

beberapa alasan medis secara objektif dari perlunya penundaan usia kawin pertama dan kehamilan pertama bagi isteri yang belum berumur 20 tahun adalah sebagai berikut:89 1) Kondisi Rahim dan panggul belum berkembang optimal sehingga dapat mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian pada saat persalinan, nifas serta lainnya. 2) Kemungkinan timbulnya resiko medik sebagai berikut : a) Keguguran b) Pereeklamsia (tekanan darah tinggi, cedema, proteinuria) c) Eklamsia (keracunan kehamilan) d) Timbulnya kesulitan persalinan e) Bayi lahir sebelum waktunya f) Berat bayi lahir rendah (BBLR) g) Fistula Vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina)

·         Kondisi rahim dan panggul belum berkembang secara optimal sehingga dapat mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian pada saat persalinan, nifas serta lainnya

·         Kemungkinan timbulnya resiko medik sebagai berikut : a) Keguguran b) Pereeklamsia (tekanan darah tinggi, cedema, proteinuria) c) Eklamsia (keracunan kehamilan) d) Timbulnya kesulitan persalinan e) Bayi lahir sebelum waktunya f) Berat bayi lahir rendah (BBLR) g) Fistula Vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina)

·         Mental belum siap menghadapi kehamilan dan menjalankan peran ibu

·         Bayi yang dilahirkan berpotensi prematur (lahir sebelum waktunya)

·         Berpotensi terjadi perdarahan yang berakibat kematian pada ibu dan bayinya

·         Berpotensi mengalami kanker leher rahim

·         Kurang optimalnya ibu untuk memelihara bayinya secara baik

2.      TERLALU TUA.

3.      TERLALU DEKAT JARAK ANTAR-KEHAMILAN.

4.      TERLALU SERING.

sebagai calon pasangan, remaja sebaiknya memiliki perencanaan reproduksi yang sesuai dengan Fase Reproduksi Sehat, Fase Reproduksi Sehat merupakan suatu masa/waktu/periode tertentu yang baik untuk merencanakan kehamilan. Rencana reproduksi paling baik bagi perempuan adalah menunda perkawinan hingga usia ideal, namun apabila gagal maka diupayakan menunda kehamilan anak pertama hingga mencapai usia 21 tahun

Hubungan seksual di usia yang terlalu muda. Memulai hubungan seksual sebelum usia 16 tahun meningkatkan risiko kanker serviks sebesar dua kali lipat dibandingkan mereka yang memulai hubungan seksual di usia 21 tahun ke atas. Penelitian juga menunjukkan risiko Kehamilan Tidak Diinginkan yang lebih tinggi pada remaja yang memulai hubungan seksual di usia yang lebih muda, khususnya di bawah 15 tahun. Tak hanya itu, di masa awal remaja, organ dan alat reproduksi belum berkembang sempurna dan kehamilan bisa jadi sangat berbahaya. (Sumber : BKKB, Modul 6  Keluarga Remaja dan Remaja, 2023)

 

5.      Dilihat dari aspek ekonomi

Remaja yang menikah di usia anak seringkali mengalami masalah perekonomian keluarga sebagai salah satu sumber ketidakharmonisan keluarga. Masalah tersebut terjadi karena tidak ada persiapan masa depan dan belum mampu menumbuhkan ide-ide. Keluarga perlu memiliki penghasilan secara mandiri dan mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Seluruh anggota keluarga diajarkan agar bersikap ekonomis, realistis, dan mau berjuang dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.86 5. Dilihat dari aspek pendidikan Pendidikan adalah aspek penting dalam kehidupan. Ketika pasangan memutuskan untuk menikah, bukan berarti pendidikan terhenti. Setiap pasangan memiliki kesempatan untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Dalam lingkup yang lebih luas, jika seluruh remaja Indonesia mampu menunda pernikahannya sampai usia ideal yaitu 21-25 tahun, maka tingkat pendidikan generasi muda akan semakin membaik.

6.      Dilihat dari aspek kependudukan

Ketika suatu keluarga mengatur jarak kelahiran dan merencanakan jumlah anak yang diinginkan, hal ini akan mempengaruhi jumlah penduduk. Setiap anak yang lahir memerlukan dukungan alam berupa udara, air bersih, bahan pangan, dan fasilitas Negara (kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan perumahan), oleh sebab itu program tersebut dapat memperkecil laju penduduk.

 

No comments:

Post a Comment